Tugas Blog Etika Bisnis Ke-2

Teori Etika Lingkungan (Teori Ekosentrisme)
Nama Kelompok :
1.      Alfi Rusdayanti          (10215499)
2.      Dini Nurcahyani          (11215962)
3.      Endang Sulastri           (12215218)
4.      Ratri Indah Utari        (15215686)
5.      Yola Yuliana               (17215276)


Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan ilmiah. Keberadaannya mendahului sejarah manusia, lingkungan bersifat historis secara mendasar, tidak dapat dimengerti secara ilmiah dan bagian dari dunia kehidupan bermakna seperti diri kita sendiri. Segala penyimpangan muncul dari etika jika lingkungan tidak dipahami sebagai dasar tindakan manusia yang sudah dibentuk duluan, malah sebagai suatu dunia yang dihuni oleh manusia (Robin Attfield, 2010:6).
Ancaman tentang kerusakan lingkungan hidup semakin lama semakin besar, meluas dan serius. Persoalannya bukan hanya bersifat isu lokal atau translokal, namun juga regional, nasional, transnasional dan global. Dampak lingkungannya tidak hanya berkait pada satu atau dua segi saja, namun terkait sesuai sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi dan saling mempengaruhi secara subsistem. Jika satu aspek dari lingkungan terkena masalah, maka berbagai aspek lainnya akan mengalami dampak atau berakibat pula.
A.    Pengertian Teori Ekosentrisme
     Ekosentrisme adalah cara pandang bahwa pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem secara keseluruhan. Sedangkan, biosentrisme adalah cara pandang bahwa konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup seperti hewan dan tumbuhan.

     Ekosentrisme adalah kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi pemberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas pemberlakuan etika untuk komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biotis), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk komunitas ekosistem seluruhnya (biotis dan a-biotis).
     Ekosentrisme memusatkan etika pada seluruh komunitas lingkungan, baik yang hidup maupun yang tidak. Makhluk hidup dan benda-benda abiotis saling terkait satu sama lain. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas lingkungan hidup (Keraf, 2010:93).
     Teori ekosentrisme adalah sebuah teori etika lingkungan. Teori ini mulanya adalah perkembangan dari teori biosentrisme. Teori biosentrisme percaya bahwa seluruh makhluk hidup memiliki nilai moral yang tertanam dalam dirinya, sehingga diperlukan sebuah kepedulian. Teori ini kemudian berkembang lebih luas menjadi teori ekosentrisme. Ekosentrisme memusatkan nilai moral kepada seluruh makhluk hidup dan benda abiotik lainnya yang saling terkait. Oleh karena itu Teori Ekosentrisme memandang kepedulian moral tidak hanya ditujukan pada makhluk hidup saja, tetapi untuk benda abiotik yang terkait pula.

B.     Jenis-jenis Teori Ekosentrisme
     Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973, di mana prinsip moral yang dikembangkan adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis.
     Istilah Deep Ecology sendiri digunakan untuk menjelaskan kepedulian manusia terhadap lingkungannya. Kepedulian yang ditujukan dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendalam dan mendasar, ketika dia akan melakukan suatu tindakan. Kesadaran ekologis yang mendalam adalah kesadaran spiritual atau religius, karena ketika konsep tentang jiwa manusia dimengerti sebagai pola kesadaran di mana individu merasakan suatu rasa memiliki, dari rasa keberhubungan, kepada kosmos sebagai suatu keseluruhan, maka jelaslah bahwa kesadaran ekologis bersifat spiritual dalam esensinya yang terdalam. Oleh karena itu pandangan baru realitas yang didasarkan pada kesadaran ekologis yang mendalam konsisten dengan apa yang disebut filsafat abadi yang berasal dari tradisi-tradisi spiritual, baik spiritualitas para mistikus Kristen, Budhis atau filsafat dan kosmologis yang mendasari tradisi-tradisi Amerika Pribumi.
     Pusat perhatian Deep Ecology meliputi dua hal yaitu:
a.       Tentang manusia dengan kepentingannya.
Manusia bukan hanya memenuhi kepentingannya saja, namun juga kepentingan seluruh komunitas lingkungan hidup untuk kepentingan jangka panjang.
b.      Deep Ecology diterjemahkan dalam aksi yang nyata dan konkret.
Aksi atau gerakan ini berusaha untuk mengubah paradigma secara revolusioner yaitu perubahan cara pandang, nilai dan gaya hidup manusia yang antroposentris (Keraf,2010:93). Aksi gerakan ini diterjemahkan oleh Naess ke dalam platform aksi dan beberapa prinsip sebagai pedoman gerakan Deep Ecology.
     Sikap DE terhadap Beberapa Isu Lingkungan
a)      Isu Pencemaran
Prioritas DE adalah mengatasi sebab utama yang paling dalam dari pencemaran, dan bukan sekedar dampak superfisial dan jangka pendek.
b)      Isu Sumber daya Alam
Alam dan kekayaan yang terkandung didalamnya tidak direduksi dan dilihat semata-semata dari segi nilai dan fungsi ekonomis, tetapi juga nilai dan fungsi sosial, budaya, spiritual dan religius, medis dan biologis.
c)      Isu Jumlah Penduduk
Pengurangan penduduk adalah yang menjadi prioritas utama.
d)     Isu Keberagaman Budaya dan Teknologi Tepat Guna
DE berusaha melindungi keberagaman budaya dari invansi masyarakat industri maju, karena keberagaman budaya dilihat sebagai analog dan berkaitan dengan keragaman dan kekayaan bentuk-bentuk kehidupan.
e)      Pendidikan dan Penelitian Ilmiah
Prioritas sialihkan dari ”ilmu-ilmu keras ” ke ”ilmu-ilmu lunak”, khususnya enhetahuan budaya, filsafat dan etika serta penggalian kearifan tradisional untuk memperkaya wawasan masyarkat modern.

     Dapat disimpulkan bahwa Deep Ecology timbul karena meningkatnya kesadaran manusia terhadap kaitan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Kesadaran tersebut timbul karena manusia mulai menyadari akibat dari berbagai kerusakan yang dilakukan oleh dirinya terhadap lingkungan sekitarnya. Kesadaran yang sama kemudian mendorong berkembangnya konsep pembangunan berkelanjutan. Pada konsep ini manusia harus memperhatikan daya dukung alam dalam memenuhi kebutuhannya.

C.    Contoh Kasus dari Teori Ekosentrisme
     Contoh penggunaan teori ini adalah ketika pemerintah melihat fenomena rusaknya ekologis karst. Di sini pemerintah peduli terhadap ekologis karst dengan mengeluarkan larangan menambang bagi masyarakat. Pemerintah juga berusaha semaksimal mungkin untuk mereklamasi karst yang telah rusak. Selain itu, pemerintah tak lupa memberikan solusi alternatif lain yang bersifat non-tambang kepada masyarakat, seperti mengembangkan sektor industri, perikanan, dan yang lainnya. Pengubahan cara pandang dan gaya hidup masyarakat bahwa menambang bukanlah pekerjaan satu-satunya adalah hal penting yang harus dilakukan pemerintah. Kesadaran bahwa ekologis karst memiliki hak untuk dilindungi keberadaannya merupakan suatu cerminan dari teori Ekosentrisme (Deep Ecology).

sumber :
Keraf, A. Sonny . 2002 . Etika Lingkungan . Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Solomon, Robert . 1987 . Etika Suatu Pengantar . Jakarta : Erlangga
Zubair, Achmad Charris . 1987 . Kuliah Etika . Jakarta : Rajawali


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Exercise 4

Tentang Kontribusi Koperasi, Hambatan, Tantangan, serta Strategi Koperasi dan Koperasi Syariah.

Analisis Studi Kasus Manajemen Pemasaran Global - Perusahaan Lenovo